Reformasi Pengelolaan BUMN di Indonesia
45news id - Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI tahun 2025, sebuah kritik tajam dilontarkan terhadap praktik pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini dinilai tidak efisien dan sarat dengan pemborosan. Salah satu sorotan utama adalah pemberian tantiem yaitu bonus tahunan yang seharusnya menjadi bentuk penghargaan atas kinerja kepada direksi dan komisaris BUMN, bahkan ketika perusahaan yang mereka kelola mengalami kerugian. Prabowo menyebut praktik ini sebagai “akal-akalan” yang tidak masuk akal, dan menegaskan bahwa tidak boleh ada pejabat BUMN yang menerima tantiem jika perusahaan tidak mencetak keuntungan nyata. Ia bahkan menyatakan ketidakpahamannya terhadap istilah “tantiem” yang menurutnya sengaja dibuat asing agar publik tidak memahami mekanismenya.
Langkah reformasi yang diambil Prabowo tidak berhenti pada kritik verbal. Ia telah memberikan mandat kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) dan Danantara Indonesia untuk membenahi tata kelola BUMN secara menyeluruh. Salah satu instruksi konkret adalah memangkas jumlah komisaris yang selama ini dinilai berlebihan dan tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja perusahaan. Jumlah komisaris akan dibatasi maksimal enam orang, dengan harapan idealnya cukup empat atau lima orang saja. Prabowo menyoroti kasus di mana seorang komisaris hanya menghadiri rapat sebulan sekali namun menerima tantiem hingga Rp40 miliar per tahun, sebuah angka yang mencerminkan ketimpangan dan ketidakwajaran dalam sistem reward BUMN.
Kebijakan penghapusan tantiem ini juga disertai dengan perintah tegas kepada direksi dan komisaris BUMN: jika perusahaan merugi, mereka tidak berhak menerima bonus dalam bentuk apapun. Prabowo menekankan bahwa keuntungan yang dihasilkan harus nyata, bukan hasil rekayasa laporan keuangan atau manipulasi indikator kinerja. Ia juga mengultimatum bahwa pejabat BUMN yang tidak setuju dengan kebijakan ini dipersilakan untuk mundur dari jabatannya. Dalam kerangka reformasi ini, pemerintah akan melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja seluruh BUMN, mencopot manajemen yang gagal memenuhi target selama dua tahun berturut-turut, dan meningkatkan transparansi laporan keuangan sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Dalam lanjutan pidato reformasi pengelolaan BUMN, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan negara haruslah nyata, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia menolak keras praktik pengelolaan yang hanya mengejar keuntungan semu yaitu angka-angka yang tampak mengesankan di atas kertas namun tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan. Menurutnya, manipulasi laporan keuangan atau pencitraan kinerja yang tidak berdasar adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik. Dalam konteks ini, Prabowo menuntut agar setiap rupiah yang disebut sebagai keuntungan benar-benar berasal dari aktivitas bisnis yang sehat dan produktif, bukan dari rekayasa akuntansi atau permainan indikator.
Seruan untuk tindakan tegas pun kembali digaungkan. Presiden menyatakan bahwa direksi dan komisaris yang tidak sejalan dengan semangat reformasi harus siap untuk mundur. Tidak ada ruang bagi mereka yang lebih memilih mempertahankan privilese daripada membenahi sistem. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan ultimatum yang mencerminkan komitmen terhadap transformasi struktural. Reformasi BUMN bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal etika dan keberanian moral untuk meninggalkan pola lama yang sarat kepentingan pribadi dan politik. Dalam lanskap baru ini, loyalitas bukan kepada jabatan, melainkan kepada rakyat dan negara.
Lebih jauh, Prabowo juga menyoroti pentingnya membangun identitas nasional melalui konten lokal yang dihadirkan dalam konteks kebangsaan. Ia menyampaikan bahwa BUMN tidak hanya berfungsi sebagai entitas bisnis, tetapi juga sebagai agen kebudayaan dan pembangunan karakter bangsa. Konten lokal, baik dalam bentuk produk, layanan, maupun narasi ini harus menjadi bagian integral dari strategi BUMN. Ini adalah upaya untuk mengangkat potensi daerah, memperkuat kebanggaan nasional, dan memastikan bahwa pembangunan ekonomi tidak tercerabut dari akar budaya dan sosial masyarakat Indonesia.
Keseluruhan reformasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengelolaan BUMN yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Pengurangan jumlah komisaris, penghapusan tantiem yang tidak berdasar, dan penekanan pada keuntungan yang nyata adalah langkah-langkah konkret menuju transformasi tersebut. Namun, yang paling penting adalah keberanian untuk berubah menjadi keberanian untuk mundur jika tidak mampu atau tidak bersedia mengikuti arah baru yang telah ditetapkan. Dalam semangat ini, reformasi BUMN bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga soal integritas dan tanggung jawab kolektif untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih adil dan berdaya saing.
Dalam semangat reformasi dan keberanian untuk memperbaiki sistem, kita sebagai warga negara tidak boleh hanya menjadi penonton. Demokrasi Pancasila bukan sekadar sistem pemerintahan dan ia adalah komitmen kolektif untuk menjunjung tinggi keadilan, transparansi, dan partisipasi aktif rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Ketika pemerintah berjanji untuk membenahi pengelolaan BUMN, tugas kita bukan hanya mengapresiasi, tetapi juga mengawasi. Kita harus terus bertanya: Apakah kebijakan ini benar-benar dijalankan? Apakah hasilnya dirasakan oleh masyarakat luas, bukan hanya segelintir elite?
Kritik bukanlah bentuk permusuhan, melainkan wujud cinta terhadap bangsa. Mengawal kinerja pemerintah adalah hak sekaligus kewajiban dalam negara demokratis. Kita perlu memastikan bahwa setiap langkah reformasi tidak berhenti pada pidato, tetapi menjelma menjadi perubahan nyata yang berpihak pada rakyat. Dalam negara yang berlandaskan Pancasila, suara rakyat adalah fondasi utama. Maka, mari kita terus bersuara, terus berpikir kritis, dan terus menjaga agar arah pembangunan bangsa tetap berada di jalur yang benar yaitu jalur yang menjunjung martabat, keadilan, dan kesejahteraan bersama.(JS)
Belum ada Komentar untuk "Reformasi Pengelolaan BUMN di Indonesia"
Posting Komentar