-->
Loading...

Bawaslu Kota Surabaya: Pengawasan dan Edukasi Dalam Demokrasi

Syarifudin Bersama Rosnindar Prio Eko Rahardjo di Podkas Bawaslu Surabaya Seri 5

45News id - Bawaslu Kota Surabaya memainkan peran sentral sebagai penjaga demokrasi yang bertugas memastikan seluruh proses pemilu dan pilkada berjalan sesuai dengan prinsip kejujuran dan integritas. Dalam diskusi yang diadakan bersama KPID Jawa Timur, Syarifudin selaku Kordiv P2H Bawaslu Surabaya menekankan bahwa pengawasan tidak hanya dilakukan secara administratif, tetapi juga melekat sejak tahap awal pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara. Struktur organisasi Bawaslu yang terdiri dari ketua, anggota, staf sekretariat, dan pengawas AKHAB menunjukkan komitmen kuat dalam menjalin sinergi dengan berbagai elemen masyarakat untuk menciptakan pemilu yang bermartabat.

Rosnindar Prio Eko Rahardjo, Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jawa Timur, menambahkan bahwa pengawasan tidak bisa berjalan efektif tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Ia menyatakan, “Demokrasi bukan hanya soal memilih, tapi juga soal mengawasi. Masyarakat harus menjadi bagian dari proses ini.” Pernyataan ini memperkuat pentingnya saluran informasi dan publikasi yang dibuka oleh Bawaslu, di mana masyarakat dapat melaporkan pelanggaran dan mengakses informasi melalui kanal digital. Transparansi ini menjadi fondasi dalam membangun kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Dalam konteks media, diskusi tersebut menyoroti peran penting media sebagai pilar transformasi informasi. Media tidak hanya bertugas menyampaikan berita, tetapi juga menjadi filter terhadap informasi yang beredar. Eko Rahardjo menegaskan, “Media yang sehat adalah media yang mampu memverifikasi, bukan hanya menyebarkan.” Ia mengingatkan bahwa penyebaran berita hoaks dapat merusak tatanan demokrasi dan menyesatkan publik, terutama menjelang pemilu. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat tentang cara membedakan berita hoaks dan informasi valid menjadi sangat krusial.

Penjelasan mengenai perbedaan antara berita dan informasi hoaks menjadi bagian penting dalam diskusi. Berita adalah produk jurnalistik yang berasal dari lembaga pers terverifikasi, sedangkan informasi hoaks tidak memiliki dasar jurnalistik dan sering kali berasal dari sumber anonim. Eko Rahardjo menyampaikan, “Kita harus tahu siapa yang bicara, bukan hanya apa yang dikatakan. Kredibilitas sumber adalah kunci.” Pernyataan ini menekankan pentingnya masyarakat memahami kriteria lembaga pers agar dapat memfilter informasi yang diterima secara bijak.

KPID dan Dewan Pers sebagai lembaga pengawas penyiaran memiliki peran dalam memastikan media dan wartawan yang beroperasi telah terverifikasi. Masyarakat dapat memeriksa status verifikasi melalui situs resmi Dewan Pers. Eko Rahardjo menyebutkan, “Verifikasi bukan sekadar formalitas, tapi jaminan bahwa informasi yang kita terima telah melalui proses jurnalistik yang benar.” Dengan demikian, masyarakat memiliki alat untuk menilai keabsahan informasi dan tidak mudah terjebak dalam arus hoaks.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu menjadi sorotan utama. Bawaslu mengajak masyarakat untuk melaporkan pelanggaran dan informasi hoaks, serta berperan aktif dalam proses demokrasi. Eko Rahardjo menekankan bahwa literasi media harus dimulai sejak dini, terutama bagi generasi muda. “Mahasiswa dan pelajar adalah garda depan dalam melawan hoaks. Mereka harus dibekali kemampuan kritis terhadap informasi,” ujarnya. Kolaborasi antara KPID dan Bawaslu dalam memberikan edukasi kepada mahasiswa menjadi langkah strategis untuk membangun kesadaran literasi media.

Citizen journalism menjadi salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang didorong dalam diskusi tersebut. Masyarakat dapat berkontribusi dalam pelaporan dan pengawasan melalui kanal jurnalistik warga. Eko Rahardjo menyatakan, “Setiap warga punya potensi menjadi jurnalis. Yang penting adalah etika dan akurasi.” Dengan melibatkan masyarakat dalam proses jurnalistik, Bawaslu dan KPID berharap dapat memperluas jangkauan pengawasan dan memperkuat transparansi dalam pemilu.

Proses penanganan informasi hoaks juga dijelaskan secara rinci, termasuk hak jawab dan hak koreksi dalam jurnalistik. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh berita hoaks dapat mengadukan ke Dewan Pers atau lembaga terkait. Eko Rahardjo mengingatkan, “Hak jawab adalah hak demokratis. Jangan biarkan hoaks merusak reputasi tanpa perlawanan.” Bawaslu juga bekerja sama dengan media mainstream untuk menyampaikan informasi yang akurat kepada publik, sebagai upaya melawan disinformasi yang kerap muncul menjelang pemilu.

Sebagai penutup, diskusi tersebut menegaskan bahwa penyebaran informasi hoaks dapat berakibat hukum bagi penyebarnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyaring informasi sebelum membagikannya. Eko Rahardjo menekankan, “Saring sebelum sharing bukan sekadar slogan, tapi tanggung jawab sosial.” Bawaslu Kota Surabaya, bersama KPID dan media, terus berupaya menjaga integritas demokrasi melalui pengawasan dan edukasi. Partisipasi aktif masyarakat dalam verifikasi informasi dan pengawasan pemilu menjadi kunci untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berkeadilan.(JS)

Belum ada Komentar untuk "Bawaslu Kota Surabaya: Pengawasan dan Edukasi Dalam Demokrasi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel