-->
Loading...

Peran Bawaslu Kota Surabaya dalam Menjaga Integritas Pemilu dan Kode Etik Penyelenggara

Podkas Bawaslu kota Surabaya Bersama Muhammad Saiful Aris

45News id - Di tengah denyut nadi Kota Surabaya yang sarat sejarah dan semangat perjuangan, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Surabaya hadir sebagai penjaga utama integritas demokrasi. Lembaga ini bukan sekadar institusi formal, melainkan representasi komitmen masyarakat terhadap pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Sebagai pengawal demokrasi di kota yang dikenal sebagai Kota Pahlawan, Bawaslu Surabaya memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap tahapan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berkeadaban. Dalam konteks ini, Bawaslu bukan hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga sebagai fasilitator keadilan elektoral, yang menjembatani antara regulasi negara dan aspirasi warga.

Struktur kelembagaan Bawaslu Kota Surabaya terdiri dari jajaran pimpinan yang meliputi ketua dan anggota, staf sekretariat yang mendukung operasional harian, serta pengawas AKHAB yang merupakan singkatan dari pengawas yang aktif, kredibel, humanis, akuntabel, dan berintegritas. Kolaborasi antar elemen ini menjadi fondasi utama dalam menjalankan fungsi pengawasan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Mereka tidak hanya bekerja secara administratif, tetapi juga turun langsung ke lapangan, menyelami dinamika sosial dan politik yang berkembang di masyarakat. Dalam setiap langkahnya, Bawaslu Surabaya berupaya membangun kepercayaan publik melalui transparansi, ketegasan, dan pendekatan yang inklusif terhadap seluruh lapisan warga kota.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu mencakup seluruh tahapan proses demokrasi, dimulai dari pendaftaran pemilih yang menjadi titik awal keterlibatan warga dalam pemilu. Di tahap ini, Bawaslu memastikan bahwa data pemilih akurat dan tidak terjadi manipulasi atau penghilangan hak suara. Selanjutnya, dalam proses pencalonan, lembaga ini mengawasi agar setiap calon memenuhi syarat hukum dan etika, serta tidak melakukan pelanggaran seperti politik uang atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketika masa kampanye berlangsung, Bawaslu hadir untuk menertibkan pelaksanaan kampanye agar tidak melanggar aturan, termasuk dalam hal penggunaan fasilitas negara, ujaran kebencian, dan penyebaran hoaks. Pada hari pemungutan suara, pengawasan menjadi semakin intensif, dengan fokus pada kelancaran proses, keamanan logistik, dan keabsahan suara yang diberikan. Setelah itu, dalam tahap penghitungan suara, Bawaslu memastikan bahwa hasil yang diumumkan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, tanpa intervensi atau manipulasi dari pihak manapun.

Dalam salah satu edisi podcast Bawaslu yang membahas secara mendalam tentang penyelenggaraan pemilu, muncul diskusi penting mengenai peran kode etik sebagai fondasi moral dan profesional bagi para penyelenggara. Kode etik bukan sekadar aturan tertulis, melainkan komitmen etis yang harus dijunjung tinggi oleh setiap individu yang terlibat dalam proses elektoral. Di tengah tantangan demokrasi yang semakin kompleks, keberadaan kode etik menjadi penopang utama untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Tanpa integritas yang terjaga, proses demokrasi bisa kehilangan makna dan legitimasi, sehingga kode etik berfungsi sebagai pagar moral yang melindungi proses dari intervensi yang merusak.

Dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, terdapat tiga lembaga utama yang memiliki peran berbeda namun saling melengkapi: Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU bertugas menyelenggarakan pemilu secara teknis, Bawaslu mengawasi seluruh proses agar berjalan sesuai aturan, sementara DKPP berfungsi sebagai lembaga etik yang menangani pelanggaran kode etik oleh penyelenggara. Ketiganya harus bekerja dalam harmoni, menjunjung tinggi prinsip-prinsip kode etik seperti kejujuran, kemandirian, akuntabilitas, dan keberpihakan pada kepentingan umum. Prinsip-prinsip ini bukan hanya slogan, melainkan nilai-nilai yang harus terinternalisasi dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh penyelenggara pemilu.

Proses pemilihan umum yang terbuka dan proporsional menjadi syarat mutlak bagi demokrasi yang sehat. Keterbukaan berarti setiap tahapan pemilu dapat diakses dan diawasi oleh publik, sementara proporsionalitas menuntut agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil oleh penyelenggara mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan bagi semua peserta dan pemilih. Dalam konteks ini, masyarakat memiliki peran yang sangat penting sebagai pengawas eksternal. Sistem pengaduan yang disediakan oleh Bawaslu dan DKPP memungkinkan warga untuk melaporkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara, baik dalam bentuk tindakan tidak profesional, konflik kepentingan, maupun penyalahgunaan wewenang. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan ini bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab kolektif untuk menjaga kualitas demokrasi.

Penegakan kode etik menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur indeks demokrasi suatu negara. Ketika pelanggaran etik ditindak secara tegas dan transparan, maka kepercayaan publik terhadap proses pemilu akan meningkat. Namun, dalam praktiknya, penegakan kode etik tidak selalu berjalan mulus. Tekanan politik, konflik kepentingan, dan budaya permisif terhadap pelanggaran menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga penyelenggara. Dalam beberapa kasus, penyelenggara pemilu harus berhadapan dengan dilema antara menjaga integritas dan menghadapi tekanan dari aktor-aktor politik yang memiliki kepentingan tertentu. Oleh karena itu, proses penegakan kode etik harus dilakukan secara independen dan berlandaskan pada bukti serta prosedur yang adil. Sanksi yang diberikan kepada pelanggar pun bervariasi, mulai dari teguran lisan, peringatan tertulis, hingga pemberhentian tetap dari jabatan penyelenggara.

Dalam sebuah sesi diskusi yang hangat dan reflektif bersama Pak Muhammad Saiful Aris, seorang narasumber yang telah lama berkecimpung dalam dunia kepemiluan, terungkap berbagai pengalaman nyata mengenai pelaksanaan kode etik di lapangan. Beliau menyoroti bahwa tantangan terbesar bukan hanya soal memahami aturan, tetapi bagaimana menanamkan nilai-nilai etis dalam praktik sehari-hari penyelenggara pemilu. Di tengah tekanan politik dan ekspektasi publik yang tinggi, integritas menjadi ujian utama. Pak Saiful Aris menekankan bahwa kode etik bukan sekadar dokumen normatif, melainkan pedoman hidup bagi penyelenggara yang harus dijalankan dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab moral. Ia juga membagikan pengalaman tentang bagaimana pelanggaran kecil yang dibiarkan dapat berkembang menjadi krisis kepercayaan yang lebih besar, sehingga pengawasan internal dan eksternal harus berjalan beriringan.

Bawaslu, dalam upayanya menjaga kualitas demokrasi, tidak hanya fokus pada pengawasan teknis, tetapi juga aktif melakukan edukasi kepada masyarakat. Edukasi pemilu menjadi pilar penting dalam membangun pemahaman publik tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pemilih. Melalui berbagai kegiatan literasi demokrasi, Bawaslu menyasar kelompok-kelompok strategis, termasuk pelajar dan mahasiswa, dengan pendekatan yang komunikatif dan kontekstual. Sosialisasi di sekolah-sekolah, misalnya, menjadi ruang awal untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi sejak dini. Anak-anak muda diajak untuk memahami pentingnya partisipasi, transparansi, dan etika dalam proses pemilu, sehingga mereka tumbuh menjadi warga negara yang kritis dan bertanggung jawab.

Kesimpulan dari diskusi tersebut menegaskan bahwa pemilu yang berkualitas tidak bisa dilepaskan dari partisipasi aktif masyarakat dan penegakan kode etik yang ketat. Ketika masyarakat terlibat secara langsung dalam pengawasan, baik melalui pelaporan pelanggaran maupun partisipasi dalam forum-forum diskusi, maka kepercayaan terhadap hasil pemilu akan meningkat secara signifikan. Keterlibatan publik bukan hanya memperkuat legitimasi proses, tetapi juga menjadi mekanisme kontrol sosial yang efektif. Dalam hal ini, Bawaslu menunjukkan komitmen yang kuat untuk terus mengembangkan kegiatan edukasi dan pengawasan, dengan harapan terciptanya pemilu yang bermartabat dan mencerminkan kehendak rakyat secara utuh.

Dengan peran strategisnya sebagai penjaga integritas demokrasi, Bawaslu Kota Surabaya terus menunjukkan komitmen dalam mengawal setiap tahapan pemilu dengan ketat dan penuh tanggung jawab. Penegakan kode etik bukan hanya menjadi instrumen hukum, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai kejujuran dan keadilan yang harus melekat dalam diri setiap penyelenggara. Di tengah dinamika politik dan sosial yang terus berubah, kehadiran Bawaslu menjadi penyeimbang antara regulasi dan aspirasi publik, memastikan bahwa suara rakyat tidak hanya didengar, tetapi juga dihormati.

Namun, keberhasilan penyelenggaraan pemilu yang adil dan transparan tidak dapat dicapai oleh Bawaslu semata. Partisipasi aktif masyarakat menjadi elemen krusial dalam menjaga kualitas proses demokrasi. Ketika warga terlibat dalam pengawasan, pelaporan pelanggaran, dan edukasi sesama, maka demokrasi tumbuh dari akar yang sehat dan kuat. Edukasi mengenai pemilu, yang terus digalakkan oleh Bawaslu melalui berbagai kanal dan kegiatan literasi, menjadi investasi jangka panjang bagi bangsa. Ia menumbuhkan generasi yang sadar akan hak politiknya, kritis terhadap penyimpangan, dan berani menyuarakan kebenaran. Dalam sinergi antara lembaga pengawas dan masyarakat inilah, harapan akan pemilu yang bermartabat dan demokrasi yang berkualitas dapat terus dijaga dan diperjuangkan.(JS)


Belum ada Komentar untuk "Peran Bawaslu Kota Surabaya dalam Menjaga Integritas Pemilu dan Kode Etik Penyelenggara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel