-->
Loading...

Kasus Penangkapan Tujuh Anggota BRIMO Polri


45News id - Kasus penangkapan tujuh anggota Brimob Polri yang berasal dari Satuan Brimob Polda Metro Jaya menjadi sorotan publik setelah insiden tragis yang melibatkan kendaraan taktis (rantis) milik kepolisian menewaskan seorang pengemudi ojek online di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Ketujuh personel tersebut kini tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh Divisi Propam Mabes Polri dan unit internal Brimob, dengan lokasi pemeriksaan dilakukan di KUIT. Penahanan terhadap mereka dilakukan dalam bentuk penempatan khusus (patsus) selama 20 hari, sebagai bentuk komitmen awal terhadap penegakan disiplin dan kode etik profesi Polri.

Kendaraan yang digunakan dalam insiden tersebut juga telah diamankan dan kini berada di Satri of Witang untuk keperluan investigasi lebih lanjut. Pengamanan kendaraan ini menjadi bagian penting dari proses penyelidikan, karena kendaraan taktis tersebut merupakan alat utama dalam kejadian yang menewaskan korban. Pemeriksaan terhadap kendaraan dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan terhadap para pelaku, yang berlangsung sepanjang malam dengan pengawasan ketat. Proses ini melibatkan koordinasi antara Propam, Kompolnas, dan lembaga eksternal lainnya seperti Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus.

Komisioner Kompolnas M Choirul Anam

Pemeriksaan terhadap tujuh anggota Brimob dilakukan secara cepat dan terbuka, bahkan sempat disiarkan langsung melalui akun media sosial Divpropam Polri, menunjukkan semangat baru dalam penegakan hukum internal yang lebih transparan. Komisioner Kompolnas, M Choirul Anam, menyatakan bahwa pihaknya telah berdialog langsung dengan keluarga korban dan perangkat lingkungan, serta mendampingi proses pemeriksaan untuk memastikan bahwa tidak ada manipulasi atau pengaburan fakta. Identitas para pelaku mulai diungkap, dengan inisial seperti C dan Aida disebut sebagai bagian dari penyelidikan, meskipun rincian lengkap masih dalam tahap verifikasi dan penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah.

Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk mengungkap peran masing-masing pelaku dalam insiden tersebut, apakah mereka bertindak atas perintah, lalai dalam prosedur, atau terlibat langsung dalam tindakan yang menyebabkan kematian korban. Penegakan hukum terhadap aparat sendiri merupakan ujian besar bagi institusi Polri, yang selama ini kerap dikritik karena lemahnya akuntabilitas internal. Dengan melibatkan lembaga independen dan membuka ruang publik untuk mengawal proses hukum, kasus ini berpotensi menjadi titik balik dalam reformasi penegakan disiplin di tubuh kepolisian. Namun, publik tetap menunggu hasil akhir yang tidak hanya menyentuh pelaku lapangan, tetapi juga menyelidiki rantai komando dan tanggung jawab struktural yang mungkin ikut berperan dalam tragedi ini.


Identitas korban dalam insiden tragis yang melibatkan kendaraan taktis Brimob kini telah terungkap. Ia adalah Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 20 tahun, berasal dari Blora, Nusa Tenggara Barat. Kehidupan Affan yang sederhana dan penuh perjuangan sebagai pekerja harian di ibu kota berakhir secara mengenaskan saat ia terlibat dalam kericuhan demonstrasi di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Menurut pengakuan orang tua korban, Affan merantau demi membantu perekonomian keluarga, dan profesinya sebagai ojol menjadi satu-satunya sumber penghidupan yang ia andalkan. Kesaksian ini menambah lapisan kesedihan dan kemarahan publik atas peristiwa yang terjadi.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Kronologi kejadian menunjukkan bahwa Affan tengah berada di lokasi demonstrasi ketika kendaraan taktis Brimob melaju dengan kecepatan tinggi, diduga dalam upaya membubarkan massa. Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, terlihat jelas bahwa kendaraan tersebut tidak berhenti meski korban telah terkapar di jalan. Jenazah Affan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, namun nyawanya tak tertolong. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada keluarga korban di RSCM, menyebut insiden ini sebagai momentum evaluasi besar bagi institusi kepolisian.

Proses penyelidikan kini memasuki tahap krusial. Meski tujuh anggota Brimob telah diamankan dan diperiksa, belum ada kejelasan mengenai siapa yang mengemudikan kendaraan saat kejadian. Propam Mabes Polri bersama Propam Brimob terus melakukan pendalaman terhadap peran masing-masing pelaku, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran prosedur atau perintah yang tidak sesuai dengan standar operasional. Pemeriksaan ini juga melibatkan Kompolnas dan lembaga eksternal lainnya untuk memastikan objektivitas dan transparansi, mengingat besarnya tekanan publik dan tuntutan keadilan dari komunitas ojek online serta masyarakat sipil.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini bukan hanya soal pelanggaran disiplin aparat, tetapi juga menyangkut relasi antara negara dan warga biasa yang kerap menjadi korban dalam konflik sosial. Affan bukan sekadar angka statistik; ia adalah representasi dari ribuan pekerja informal yang hidup dalam ketidakpastian dan minim perlindungan. Tragedi ini membuka ruang refleksi mendalam tentang bagaimana aparat negara seharusnya bertindak dalam situasi kericuhan, serta bagaimana sistem hukum dan etika profesi dapat menjamin bahwa nyawa warga sipil tidak menjadi korban dari tindakan represif yang tidak proporsional. Pemeriksaan lanjutan dan update resmi dari kepolisian akan menjadi penentu apakah keadilan benar-benar ditegakkan, atau justru kembali tenggelam dalam arus impunitas yang telah lama mengakar.

Dalam upaya memastikan bahwa proses hukum terhadap tujuh anggota Brimob Polri berjalan secara adil dan transparan, koordinasi lintas lembaga telah menjadi fondasi utama penanganan kasus ini. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) secara aktif terlibat dalam pengawasan pemeriksaan, bahkan memantau langsung proses yang berlangsung di Divisi Propam Mabes Polri. Komisioner Kompolnas, M Choirul Anam, menyatakan bahwa tuntutan keluarga korban untuk penanganan cepat dan terbuka mulai terwujud, dengan pemeriksaan dilakukan secara live dan dapat diakses publik. Langkah ini menjadi preseden penting dalam reformasi internal kepolisian, menandai semangat baru dalam akuntabilitas institusional.

Penyelidikan terhadap insiden yang menewaskan Affan Kurniawan, pengemudi ojek online asal Blora, NTB, kini memasuki fase krusial. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, ditemukan adanya unsur pidana dalam tindakan dua anggota Brimob, yakni Kompol K dan Bripka R, yang masing-masing menjabat sebagai Danyon Resimen 4 Korbrimob dan sopir kendaraan taktis bernopol 17713-VII. Keduanya dijadwalkan menjalani sidang kode etik dengan ancaman sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat. Sementara lima anggota lainnya dikenakan pelanggaran sedang dan akan menjalani proses etik setelah sidang terhadap dua pelaku utama selesai. Gelar perkara akan dilaksanakan dengan melibatkan pengawas eksternal seperti Komnas HAM, Itwasum, dan Divkum Polri untuk menjamin objektivitas dan integritas proses hukum.

Kasus ini telah menyita perhatian luas dari masyarakat dan media, memicu gelombang solidaritas dari komunitas ojek online serta warga sipil yang menuntut keadilan. Reaksi publik yang kuat, termasuk aksi massa dan pembakaran pos polisi di bawah flyover Senen, menunjukkan betapa dalamnya luka sosial yang ditimbulkan oleh tindakan represif aparat. Presiden Prabowo Subianto pun menyatakan kekecewaannya dan mendesak agar pelaku dihukum sekeras-kerasnya. Di tengah tekanan ini, institusi Polri dihadapkan pada ujian besar: apakah mereka mampu menegakkan hukum terhadap anggotanya sendiri dengan profesionalisme dan keberanian moral.

Penanganan kasus ini tidak hanya menjadi cerminan dari sistem hukum yang berlaku, tetapi juga menjadi barometer kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan pihak eksternal menjadi elemen kunci dalam memastikan bahwa proses tidak menyimpang dari prinsip keadilan. Informasi lebih lanjut akan disampaikan kepada publik setelah seluruh tahapan pemeriksaan dan gelar perkara selesai. Dalam konteks yang lebih luas, tragedi Affan Kurniawan adalah panggilan untuk mereformasi pendekatan aparat terhadap warga sipil, memperkuat etika profesi, dan membangun kembali relasi yang berlandaskan empati, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.(JS)

Belum ada Komentar untuk "Kasus Penangkapan Tujuh Anggota BRIMO Polri "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel