Ekspresi dingin wakil presiden saat rapat paripurna DPR menjadi kontroversi
45News id - Momen perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 di Gedung DPR/MPR RI menjadi sorotan publik, bukan hanya karena kemeriahannya, tetapi juga karena kontras mencolok antara suasana joget para anggota dewan dan ekspresi diam Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam sebuah sesi hiburan yang menampilkan lagu daerah “Gemu Fa Mi Re”, sejumlah anggota DPR terlihat berjoget dengan penuh semangat di ruang sidang paripurna. Mereka tersenyum, tertawa, dan bergoyang mengikuti irama lagu, menciptakan suasana yang meriah dan santai. Namun, di tengah euforia tersebut, kamera menangkap ekspresi Gibran yang duduk tenang, tanpa senyum, menatap lurus ke arah keramaian dengan wajah datar dan serius. Momen ini dengan cepat menyebar di media sosial dan menjadi bahan diskusi publik yang luas.
Ekspresi Gibran yang tidak ikut larut dalam suasana joget dianggap oleh banyak pihak sebagai bentuk komunikasi non-verbal yang kuat. Di tengah sorotan kamera dan perhatian publik, sikap diam dan ekspresi serius seorang pejabat tinggi negara bisa menyampaikan pesan yang lebih lantang daripada kata-kata. Banyak netizen menafsirkan ekspresi tersebut sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap gaya perayaan yang dianggap tidak sesuai dengan martabat lembaga legislatif. Sebagian lainnya melihatnya sebagai refleksi pribadi seorang pemimpin muda yang memilih untuk menjaga kesan formal dan serius dalam acara kenegaraan. Dalam konteks politik, gestur seperti ini bisa menjadi bagian dari strategi pencitraan yang disengaja, membangun citra sebagai sosok yang tenang, berwibawa, dan tidak mudah larut dalam euforia.
Di sisi lain, aksi joget para anggota DPR juga menuai beragam respons. Ada yang menganggapnya sebagai bentuk kebersamaan dan cara untuk mendekatkan diri dengan rakyat melalui budaya lokal. Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik bahwa ruang sidang paripurna bukanlah tempat untuk berjoget, melainkan ruang sakral tempat pengambilan keputusan penting negara. Kritik ini semakin menguat ketika dibandingkan dengan ekspresi Gibran yang tampak tidak menikmati momen tersebut. Kontras ini menciptakan narasi visual yang kuat: antara institusi yang seharusnya menjadi teladan dan seorang pemimpin yang memilih sikap reflektif di tengah keramaian.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya gestur dan ekspresi dalam komunikasi politik di era digital. Dalam dunia yang serba visual dan cepat menyebar, satu ekspresi wajah bisa menjadi simbol, bahkan representasi dari harapan atau kekecewaan publik. Gibran, dengan ekspresi diamnya, seolah menjadi cermin bagi sebagian masyarakat yang merasa jenuh dengan tontonan politik yang dianggap tidak relevan dengan realitas rakyat. Ia tidak perlu berkata-kata untuk menyampaikan pesan: bahwa kemerdekaan bukan hanya soal pesta, tetapi juga soal tanggung jawab, refleksi, dan keseriusan dalam membangun bangsa.
Momen ini akan terus dikenang Fenomena “Fufufafa” yang dikaitkan dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menjadi bahan guyonan dan perbincangan hangat di berbagai platform media sosial seperti Facebook, TikTok, dan Instagram. Awalnya, akun dengan nama “Fufufafa” yang muncul di forum Kaskus diduga memiliki jejak digital yang mengarah pada Gibran. Meskipun belum ada konfirmasi resmi yang menyatakan bahwa akun tersebut benar milik Gibran, netizen dengan cepat mengaitkannya dan menjadikannya sebagai alter ego yang lucu, misterius, sekaligus kontroversial.
Di TikTok, berbagai video parodi bermunculan, menampilkan Gibran dalam versi “mode Fufufafa” dengan gaya sarkastik, ekspresi datar, dan narasi yang menyindir dunia politik. Salah satu video yang cukup viral bahkan menampilkan tanggapan Gibran saat ditanya soal akun tersebut, di mana ia hanya berkata, “Tanyakan ke pembuatnya,” yang justru menambah rasa penasaran publik. Di Instagram dan Facebook, meme-meme bermunculan dengan gaya khas netizen Indonesia: menggabungkan humor absurd, sindiran tajam, dan kreativitas visual. Gibran digambarkan sebagai “alter ego” dalam tagar #Fufufafaalterego, yang meskipun terdengar ekstrem, justru menjadi bahan candaan yang menyebar luas.
Analisis percakapan media sosial menunjukkan bahwa sentimen terhadap “Fufufafa” didominasi oleh emosi negatif dan kejutan. Banyak yang merasa marah karena konten akun tersebut dianggap menghina tokoh politik lain, termasuk Prabowo Subianto, sementara yang lain merasa terkejut dengan dugaan bahwa akun itu bisa saja terkait dengan pejabat negara. Bahkan, beberapa komika seperti Kemal Pahlevi dan Oza Rangkuti ikut menyoroti perubahan sikap Gibran yang tiba-tiba menghilang dari media sosial setelah isu ini mencuat. Mereka menyindir bahwa Gibran sedang “sibuk menghapus jejak digital” atau “mengedit postingan Kaskus,” yang tentu saja menjadi bahan tawa di kalangan pengikut mereka. salah satu potret kontras dalam perayaan kenegaraan. Ia membuka ruang diskusi tentang etika, representasi, dan makna kemerdekaan di tengah dinamika politik Indonesia. Di balik joget dan senyum, ada ekspresi diam yang berbicara lebih banyak dan publik pun mendengarnya dengan penuh perhatian.(JS)
Belum ada Komentar untuk "Ekspresi dingin wakil presiden saat rapat paripurna DPR menjadi kontroversi"
Posting Komentar