Pengungkapan Mafia Minyak di Indonesia dan Tindakan Hukum Terhadap Reza Khalid
45News id - Dalam diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube Terus Terang milik Mahfud MD, tersingkap kembali salah satu babak kelam dalam tata kelola energi Indonesia: keberadaan mafia minyak yang telah lama bercokol dan sulit disentuh oleh hukum. Sosok yang menjadi sorotan utama dalam episode tersebut adalah Riza Chalid, yang oleh banyak pihak diyakini sebagai pemain sentral dalam jaringan mafia migas nasional. Dijuluki “Raja Minyak,” Riza bukan hanya dikenal karena kekuatan bisnisnya, tetapi juga karena kemampuannya bertahan dari berbagai upaya penegakan hukum, bahkan sejak era Orde Baru. Mahfud MD, bersama Sudirman Said(mantan Menteri ESDM)yang pernah membongkar skandal “Papa Minta Saham” yang mengurai bagaimana Riza Chalid menjadi simbol dari kekebalan hukum yang sistemik, di mana kekuasaan dan uang saling melindungi.
Mahfud MD secara terbuka mengungkap bahwa beberapa pemimpin nasional, termasuk Presiden Jokowi, pernah menyatakan komitmen untuk memberantas mafia minyak. Namun, kenyataannya, Riza Chalid tetap tak tersentuh. Bahkan ketika Mahfud dipanggil langsung oleh Presiden untuk membahas persoalan ini, ia menyampaikan bahwa penindakan terhadap mafia minyak bukan sekadar soal hukum, tetapi juga soal keberanian politik dan kemauan institusional. Dalam pertemuan tersebut, Mahfud menekankan bahwa Riza Chalid bukan hanya seorang pengusaha, tetapi bagian dari jaringan yang melibatkan pejabat, politisi, dan bahkan aparat negara. Ia menyebut bahwa selama bertahun-tahun, Riza Chalid mampu mengendalikan arus impor minyak melalui Petral yaitu perusahaan yang kemudian dibubarkan karena dianggap menjadi sarang korupsi dan manipulasi harga.
Yang membuat kasus ini semakin kompleks adalah kenyataan bahwa Riza Chalid diduga memiliki dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Singapura. Hal ini menjadi penghalang dalam proses hukum, terutama dalam konteks ekstradisi. Namun Mahfud MD menegaskan bahwa Indonesia dan Singapura telah memiliki perjanjian ekstradisi yang memungkinkan proses hukum tetap berjalan, asalkan ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah Indonesia. Ia menyebut bahwa kejahatan seperti korupsi dan pencucian uang termasuk dalam kategori yang bisa diekstradisi, dan bahwa status kewarganegaraan tidak seharusnya menjadi alasan pembiaran. Dalam diskusi tersebut, Mahfud juga mengkritik bagaimana sistem hukum Indonesia sering kali tunduk pada kekuatan ekonomi dan politik, sehingga pelaku kejahatan kelas kakap seperti Riza Chalid bisa hidup bebas, bahkan membangun sekolah internasional dan bisnis hiburan tanpa gangguan berarti.
Diskusi yang berlangsung di kanal Terus Terang milik Mahfud MD semakin dalam ketika Sudirman Said, mantan Menteri ESDM yang dikenal sebagai aktivis anti-korupsi, membongkar pengalaman pribadinya dalam menghadapi mafia migas saat menjabat. Sudirman tidak hanya berbicara sebagai mantan pejabat, tetapi sebagai saksi hidup dari bagaimana kekuasaan dan kepentingan ekonomi saling berkelindan dalam tubuh Pertamina. Ia mengisahkan bagaimana, sejak awal masuk ke kementerian, ia sudah mencium aroma inefisiensi dan ketergantungan yang mencurigakan dalam rantai pasok migas nasional. Pertamina, sebagai BUMN strategis, ternyata tidak sepenuhnya berdaulat atas pengadaan minyaknya. Banyak keputusan penting yang justru dipengaruhi oleh pihak luar, termasuk perusahaan perantara seperti Petral, yang kemudian terbukti menjadi sarang praktik tidak transparan.
Sudirman menjelaskan bahwa salah satu langkah krusial yang ia ambil adalah membentuk tim reformasi tata kelola migas, yang terdiri dari tokoh-tokoh kredibel dan independen. Tim ini tidak hanya bertugas mengawasi, tetapi juga melakukan audit menyeluruh terhadap Petral. Hasilnya mencengangkan: ditemukan berbagai pola pengadaan yang tidak efisien, harga yang dimark-up, dan transaksi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Berdasarkan temuan tersebut, Sudirman mengusulkan pembubaran Petral dan menggantinya dengan sistem Integrated Supply Chain (ISC) di dalam Pertamina. Dengan sistem ini, proses pengadaan minyak mentah dan BBM dilakukan langsung oleh Pertamina tanpa perantara, sehingga lebih transparan dan akuntabel. Langkah ini berhasil menghemat triliunan rupiah dan menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan mafia migas.
Namun, Sudirman juga tidak menutup mata terhadap tantangan yang ia hadapi. Ia mengakui bahwa pembenahan ini tidak berjalan mulus. Banyak pihak yang merasa terganggu, termasuk mereka yang selama ini menikmati keuntungan dari sistem lama. Ia menyebut bahwa tekanan politik dan lobi-lobi bisnis mulai berdatangan, bahkan dari dalam pemerintahan sendiri. Sudirman menyampaikan bahwa ia pernah dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk membahas mafia minyak, dan saat itu ia menjelaskan bahwa pembenahan tata kelola migas akan memicu perlawanan dari kelompok-kelompok yang selama ini menguasai jalur distribusi. Ia menyadari bahwa mafia migas bukan hanya soal individu seperti Riza Chalid, tetapi soal sistem yang memungkinkan praktik lancung bertahan selama puluhan tahun.
Dalam babak lanjutan diskusi mengenai mafia minyak, perhatian publik tertuju pada status kewarganegaraan ganda Riza Chalid dan kemungkinan ekstradisinya dari Singapura. Mahfud MD menegaskan bahwa meskipun Riza diduga memiliki dua kewarganegaraan Indonesia dan Singapura. Hal tersebut tidak serta-merta menjadi penghalang hukum. Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanjian ekstradisi pada 2022 di Bintan, yang memungkinkan proses pemulangan tersangka lintas negara, terutama dalam kasus kejahatan berat seperti korupsi dan pencucian uang. Mahfud menyatakan bahwa jika Kejaksaan Agung mengajukan permintaan resmi disertai bukti yang kuat, maka secara hukum internasional Singapura berkewajiban memberikan bantuan. Meski demikian, Kementerian Luar Negeri Singapura menyatakan bahwa Riza Chalid tidak berada di wilayah mereka dan tidak tercatat masuk dalam beberapa waktu terakhir, menambah lapisan kompleksitas dalam proses hukum.
Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Ia diduga terlibat dalam pengaturan pengadaan dan penyewaan terminal BBM yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Jika Riza terbukti bersalah dan tetap berada di luar negeri, maka ekstradisi menjadi langkah krusial. Namun, kekhawatiran yang lebih dalam muncul dari publik dan pengamat hukum: apakah mafia seperti Riza benar-benar bisa disentuh oleh hukum, atau justru mendapat perlindungan dari kekuasaan? Diskusi ini membuka luka lama tentang bagaimana mafia bisa beroperasi dengan tenang, tanpa rasa takut akan penangkapan, karena mereka bukan hanya memiliki uang, tetapi juga akses ke lingkaran kekuasaan.
Hubungan antara mafia dan elite politik bukan sekadar spekulasi. Dalam banyak kasus, mafia minyak memiliki ikatan erat dengan para pemimpin politik, baik melalui jalur bisnis, lobi, maupun negosiasi kekuasaan. Mereka menjadi bagian dari ekosistem yang saling menguntungkan: mafia menyediakan dana dan dukungan logistik, sementara elite politik memberikan perlindungan dan akses kebijakan. Ini menjelaskan mengapa upaya pemberantasan mafia sering kali terhenti di tengah jalan, atau bahkan dibelokkan menjadi sandiwara hukum. Dalam konteks ini, muncul kekhawatiran yang lebih besar: bahwa pergantian pemimpin tidak serta-merta mengubah sistem. Karena yang korup bukan hanya individu, tetapi struktur yang memungkinkan praktik itu bertahan.
Diskusi panjang mengenai mafia minyak yang dibuka oleh Mahfud MD dan Sudirman Said bukan hanya menyibak tabir gelap praktik korupsi di sektor energi, tetapi juga menegaskan bahwa perjuangan melawan mafia tidak bisa berhenti di ruang sidang atau meja birokrasi. Ia harus menyentuh akar terdalam dari persoalan bangsa: pendidikan dan kesadaran publik. Dalam setiap lapisan masyarakat, terutama generasi muda, harus ditanamkan nilai-nilai integritas, keberanian, dan kecintaan terhadap keadilan. Karena korupsi bukan hanya soal hukum yang lemah, tetapi juga soal mentalitas yang permisif. Ketika anak-anak tumbuh dalam sistem yang membiarkan pelaku korupsi hidup mewah tanpa konsekuensi, maka mereka akan belajar bahwa kejujuran adalah beban, bukan kebanggaan.
Membina generasi muda menjadi kunci utama untuk membenahi negeri ini. Pendidikan bukan hanya soal kurikulum, tetapi soal keteladanan dan ruang dialog yang jujur. Kita membutuhkan sekolah dan kampus yang tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membentuk karakter yang berani berkata tidak pada ketidakadilan. Dalam konteks mafia minyak, generasi muda harus tahu bahwa energi bukan sekadar komoditas, tetapi hak publik yang harus dikelola dengan transparan dan adil. Mereka harus tahu bahwa di balik harga BBM yang naik, ada kemungkinan permainan licik yang merugikan negara. Dan mereka harus tahu bahwa perubahan tidak datang dari diam, tetapi dari keberanian untuk bertanya, menggugat, dan bertindak.
Kesimpulan dari diskusi ini bukan sekadar rangkuman fakta, tetapi seruan moral. Bahwa penegakan hukum harus konsisten, tidak boleh berhenti di pencitraan atau simbolisme. Penangkapan Riza Chalid, jika benar-benar dilakukan, harus menjadi awal dari pembongkaran sistem, bukan akhir dari sandiwara. Kejaksaan Agung, dan seluruh aparat penegak hukum, sedang diuji: apakah mereka benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya menjalankan peran dalam skenario politik. Dan masyarakat pun tidak boleh pasif. Kita semua diajak untuk terus memperjuangkan keadilan, mengawasi proses hukum, dan menolak lupa. Karena mafia tidak akan hilang dengan satu gebrakan. Mereka akan beradaptasi, menyusup, dan kembali jika sistem tidak dibenahi.
Maka, harapan untuk masa depan Indonesia terletak pada keberanian kolektif. Pada rakyat yang tidak mudah dibungkam, pada pemimpin yang tidak mudah dibeli, dan pada generasi muda yang tidak mudah dibelokkan. Diskusi ini menjadi pengingat bahwa negeri ini bisa berubah, asal kita tidak menyerah. Bahwa mafia bisa tumbang, asal kita tidak diam. Dan bahwa keadilan bukan utopia, melainkan tugas yang harus kita pikul bersama dengan akal sehat, dengan hati yang bersih, dan dengan tekad yang tak tergoyahkan.(JS)
Belum ada Komentar untuk "Pengungkapan Mafia Minyak di Indonesia dan Tindakan Hukum Terhadap Reza Khalid"
Posting Komentar