-->
Loading...

Nadiem Makarim terjerat Korupsi pengadaan Chromebook merugikan negara hingga Rp1,98 triliun


45News id - Program Digitalisasi Pendidikan yang digulirkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019–2022 awalnya dirancang sebagai langkah strategis untuk menjembatani kesenjangan akses teknologi di sekolah-sekolah Indonesia, khususnya di wilayah 3T yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar. Dalam semangat transformasi pendidikan, pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dengan fokus utama pada distribusi laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook. Program ini digadang-gadang sebagai terobosan digital yang akan mempercepat pemerataan kualitas pendidikan nasional.

Namun, di balik ambisi tersebut, muncul dugaan korupsi yang mengguncang publik. Kejaksaan Agung mengungkap bahwa pengadaan Chromebook dalam program ini diduga merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Modus yang digunakan terbilang sistematis: spesifikasi teknis perangkat “dikunci” sedemikian rupa sehingga hanya produk Chromebook yang memenuhi syarat, menyingkirkan alternatif lain yang mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan lokal. Padahal, uji coba pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa Chromebook tidak cocok untuk digunakan di daerah 3T, terutama karena keterbatasan konektivitas dan kompatibilitas software. Selain itu, harga perangkat dan lisensi software yang digunakan dianggap tidak relevan dan terlalu mahal untuk konteks pendidikan dasar. Ironisnya, proses pengadaan ini disebut telah dimulai bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri, melalui koordinasi informal di grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team”.

Koordinasi informal melalui grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” menjadi titik awal perumusan arah kebijakan, bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri. Jurist Tan, staf khusus Nadiem, diduga merancang penggunaan Chromebook sejak Agustus 2019. Ibrahim Arief, konsultan teknologi, mengarahkan tim teknis ke Chrome OS. Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyahda, dua pejabat struktural, menyusun dan mengesahkan juknis serta juklat yang mengunci spesifikasi ke produk Google. Pada Februari 2020, Nadiem tercatat melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia dan menyepakati penggunaan Chrome OS serta CDM sebagai standar pengadaan. Arahan eksplisit diberikan agar petunjuk teknis hanya memungkinkan produk Google masuk dalam skema pengadaan, menutup ruang bagi vendor lain.

Pengawasan internal terbukti lemah. Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek dinilai lalai dalam mengawasi proyek, bahkan ketika indikasi konflik kepentingan sudah muncul sejak awal. Proses pengadaan tidak tercantum dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sebagian besar anggaran berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan prioritas pendidikan seperti rehabilitasi ruang kelas, pengadaan buku, atau peningkatan kapasitas guru. Ironisnya, dana tersebut dialihkan untuk membeli perangkat yang tidak bisa digunakan secara optimal di lapangan.

Pada 4 September 2025, Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba. Nama-nama lain seperti Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyahda turut disebut sebagai bagian dari permufakatan jahat yang merancang dan melaksanakan skema pengadaan ini. Program yang semula digadang sebagai terobosan digital kini menjadi simbol kegagalan sistemik, di mana idealisme pendidikan dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak. Yang tersisa adalah anak-anak di pelosok negeri yang menerima perangkat tak fungsional, guru-guru yang kebingungan, dan publik yang kembali harus menanggung beban dari kebijakan yang cacat sejak awal.

Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, tampil dengan pembelaan yang penuh percaya diri. Ia menyatakan bahwa penggunaan Chromebook bukanlah keputusan sepihak Nadiem, melainkan kelanjutan dari kebijakan yang telah dirintis sejak era Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy. Menurut Hotman, pemilihan perangkat berbasis Chrome OS didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan harga, bukan karena adanya kepentingan pribadi atau intervensi vendor tertentu.

Hotman bahkan menyebut bahwa tidak ada satu sen pun uang yang masuk ke kantong Nadiem dari proyek pengadaan tersebut. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak menerima keuntungan pribadi, tidak melakukan mark-up harga, dan tidak memperkaya pihak manapun. Dalam sebuah pernyataan yang viral di media sosial, Hotman menyatakan siap membuktikan dalam waktu sepuluh menit di hadapan Presiden Prabowo Subianto bahwa Nadiem tidak bersalah. Ia mengusulkan agar perkara ini digelar secara terbuka di Istana Negara, sebagai bentuk transparansi dan pembuktian integritas.

Namun, Kejaksaan Agung tetap pada pendiriannya. Direktur Penyidikan Jampidsus menyatakan bahwa aliran dana masih dalam proses pendalaman, dan bahwa pertemuan Nadiem dengan pihak Google Indonesia pada awal 2020 menjadi titik krusial dalam konstruksi kasus. Dalam pertemuan tersebut, Nadiem disebut menyepakati penggunaan Chrome OS dan sistem manajemen perangkat CDM sebagai standar pengadaan, meski uji coba sebelumnya menunjukkan ketidaksesuaian perangkat dengan kebutuhan daerah 3T.

Di tengah tarik ulur antara pembelaan hukum dan proses penyidikan, publik kini dihadapkan pada pertanyaan yang lebih mendasar: apakah transformasi digital pendidikan telah dikorbankan demi kepentingan segelintir elite? Dan jika benar tidak ada keuntungan pribadi, mengapa spesifikasi teknis dikunci sedemikian rupa, menutup ruang inovasi dan partisipasi vendor lokal? Narasi pembelaan Hotman Paris membuka babak baru dalam drama hukum ini, bukan hanya soal benar atau salah, tapi tentang bagaimana kebijakan publik bisa terseret dalam pusaran kepentingan dan persepsi.(JS)


Belum ada Komentar untuk "Nadiem Makarim terjerat Korupsi pengadaan Chromebook merugikan negara hingga Rp1,98 triliun"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel