-->
Loading...

Kolonialisme Di Indonesia

 


Surabaya, 45news.id - Sebagai sebuah negeri yang besar, Indonesia menyimpan sejarah panjang  sebagai entitas baik budaya, politik, sosial, ekonomi dan pertahanan keamanan. Secara gamblang Bung Karno menuturkan bagaimana kehidupan Indonesia masa lalu.

Dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno menuturkan bahwa dari jenis binatang prasejarah yang digali dikepulauan kami, ahli-ahli purbakala membuktikan bahwa setengah juta tahun (500 tahun) yang lalu pulau Jawa sudah didiami orang. Kebudayaan kami adalah kebudayaan purba. Bukalah buku Ramayana. Didalamnya orang akan membaca keterangan mengenai “Negeri Suarna Dwipa yang mempunyai tujuh buah kerajaan besar". Suarna Dwipa, yang berarti pulau-pulau emas, adalah nama negeri kami pada waktu ia diabadikan dalam cerita-cerita klasik Hindu 2500 (duaribu limaratus) tahun yang lalu. Dari abad kesembilan ketika negeri kami bernama Kerajaan Sriwijaya sampai abad ke-14 (empat belas) waktu negeri kami bernama Majapahit, kami punya “negeri yang terkenal makmur telah mencapai tingkatan ilmu yang demikian tinggi sehingga menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi seluruh dunia-beradab".


“Demikianlah keterangan jang terdapat dalam surat-surat-gulung-perkamen yang berharga dari negeri Tiongkok dan menurut dugaan adalah bibit dari kebudayaan seluruh Asia,” ungkap Bung Karno.


Sebagai sebuah negeri yang telah mempunyai peradaban besar, Kepulauan Nusantara sebagai Indonesia masa lalu juga mempunyai tanah yang subur yang menumbuhkan berbagai jenis rempah-rempah yang pada perkembangan selanjutnya dimasa depan mampu menjadi penopang perekonomian negara-negara di Eropa yang tidak hanya berdagang, namun menjadikan negeri Kepulauan Nusantara menjadi tanah jajahan (kolonialisme).


Masih dalam Buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Karno menceritakan bahwa Negeri kami masih tersohor dalam lingkungan internasional ketika Christopher Columbus mencari kepulauan. Rempah-rempah gugusan pulau-pulau yang sekarang kita namakan Kepulauan Maluku. Seumpama Columbus tidak berlayar mencari jahe, buah-pala, lada dan cengkeh kami dan tidak sesat pula dijalan, tentu dia tidak akan menemukan benua Amerika. Ketika jalan laut menuju Hindia akhirnya ditemukan orang, modal asing mengerumuni pantai kami, seperti semut mengerumuni tempat gula. Dari Lisboa datanglah Vasco'da Gama. Dari negeri Belanda Cornelis de Houtman: Ini merupakan titik-tanda dimulainya “Revolusi Perdagangan" di Eropa.


Dari praktek Kapitalisme ini yang terus bertumbuh hingga ia mengenyangkan lapangan eksploitasi dalam masyarakat mereka sendiri.


“Barang-barang yang sebelumnya diimpor dari Timur, sekarang sudah diekspor ke Timur; jadi Timur menjadi pasar-pasar tambahan untuk barang-barang berlebih. Daerah Timur menjadi suatu pasar untuk modal berlebih yang tidak lagi bisa memperoleh jalan keluar,” ungkap Bung Karno.


Tidak berhenti disini saja, praktek Liberalisme dalam ekonomi lalu membawa Liberalisme dalam politik. Bung Karno kembali mengungkapkan bahwa untuk mengendalikan ekonomi dari negara lain, terlebih dulu negara itu harus ditaklukkan. Pedagang-pedagang menjadi penakluk; bangsa-bangsa Asia-Afrika dijajah dan kelobaan (keserakahan) ini membuka pintu kepada jaman Imperialisme. Jawa diduduki diabad ke 16; Maluku diabad ke 17 dan lambat laun Negeri Belanda menguasai kepulauan kami secara berturut-turut hingga ke Bali yang baru dikuasai ditahun 1906. Dengan cepat kekuasaan asing menanamkan akar-akarnya. Mereka mengambil kekayaan kami, mengikis kepribadian kami dan musnalah putera-puteri harapan bangsa dari suatu Bangsa yang Besar yang pandai melukis, mengukir, membuat lagu, menciptakan tari. Kami tidak lagi dikenal oleh dunia luar, kecuali oleh penghisap-penghisap dari Barat yang mencari kemewahan di Hindia.


“Akibat daripada Imperialisme sungguh jahat sekali. Orang laki-laki diambil dari rumahnya dan dipaksa menjadi budak dipulau-pulau yang jauh, dimana terdapat kekurangan tenaga manusia. Perempuan-perempuan dipaksa bekerja dikebun tarum dan mereka tidak boleh menghentikan pekerjaannya, sekalipun melahirkan pada waktu menanam. Tempe adalah bungkah yang lunak dan murah terbuat dari kacang kedele yang diberi ragi. Negeri tempe berarti negeri yang lemah. Itulah kami jadinya. Kami terus-menerus dikatakan sebagai bangsa jang mempunjai otak seperti kapas. Kami menjadi pengecut; takut duduk, takut berdiri, karena apapun yang kami lakukan selalu salah. Kaml meniadi rakyat seperti dodol dengan hati yang kecil. Kami lemah seperti katak dan lembut seperti kapok. Kami mendjadi suatu bangsa jang hanja dapat membisikkan, iya tuan," kecam Bung Karno.


Dalam wawancaranya dengan Cindy Adams tersebut Bung Karno melanjutkan bahwa sampai sekarang orang Indonesia masih terbawa-bawa oleh sifat rendah diri, yang masih saja mereka pegang teguh secara tidak sadar. Hal itu menyebabkan kemarahanku baru-baru ini. Wanita-wanita dari kabinetnya selalu menyediakan juadah (sajian) makanan Eropa. Bahkan dengan marah Bung Karno mengatakan kita mempunyai penganan enak kepunyaan kita sendiri. Mengapa tidak itu saja dihidangkan ?.


“Kami rasa orang Barat memandang rendah pada makanan kita yang melarat. Ini adalah suatu pemantulan kembali dan pada jaman dimana Belanda masih berkuasa. Itulah perasaan rendah-diri kami yang telah berabad-abad umurnya kembali memperlihatkan diri. Ejekan yang terus-menerus dipompakan oleh pemerintah Hindia Belanda tentang ketidak-mampuan kami, menyebabkan kami yakin akan hal tersebut. Dan keyakinan bahwa engkau bangsa yang hina, lagi bodoh adalah suatu senjata yang ada dalam tangan penjajah. lmperialisme adaIah kumpulan kekuatan jahat yang nampak dan yang tidak nampak. Penindasan yang sudah demikian lama dirasakan menyebabkan bangkitnya suatu masa para pelopor. Sun Yat Sen mendirikan Gerakan Nasional Tiongkok ditahun 1885. Kongres Nasional India: ditahun 1887. Aguinaldo dan Rizal membangkitkan Filipina. ditahun-tahun permulaan abad ke-20. Seluruh Asia bangkit dan diabad ke-20 (dua puluh) yang megah ini, dalam mana isolasi tidak akan terjadi lagi, maka bangsa Indonesia yang lemah dan pemalu itu pun dapat merasakan gelora daripada kebangkitan ini. Dalam bulan Mei 1908 para pemimpin di Jawa menyusun partai nasional yang pertama dengan nama ”Budi Utomo" yang artinya usaha yang suci. Ditahun 1912 organisasi ini memberi jalan kepada Sarekat Islam jang mempunjai anggota sebanyak 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu) orang dibawah pimpinan H.O.S. Tjokro Aminoto. Bangsa Indonesia yang menderita secara perseorangan sekarang mulai menyatukan diri dan persatuan nasional mulai tersebar, “ demikian tutur Bung Karno secara panjang lebar. (er)

Belum ada Komentar untuk "Kolonialisme Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel